KATA PENGANTAR
Puji syukur khadirat Allah
swt, karena atas limpahan rahmat serta hidayahNya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang sangat sederhana ini. Shalawat serta salam selalu
penyusun haturkan kepada Nabi junjungan kita Nabi Muhammad saw beserta para
sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir zaman. Makalah ini disusun agar dapat
kita manfaatkan bersama untuk kehidupan kita sehar-hari. Tidak lupa penyusun
ucapkan terima kasih kepada Bapak Yayan Ridwan, Spd.I. sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah Ulumul hadits dan kepada Bapak Topik Spd.I,
Mpd. I. selaku assisten.
Penyusun mengakui bahwa
makalah ini masih banyak yang perlu untuk diperbaiki. Untuk itu penyusun
memerlukan saran dan kritikan dari semua pembaca untuk menyempurnakannya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita bersama.
Sambas, 21
Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................... 1
A. Latar
Belakang.............................................................. 1
B.
Rumusan Maslah........................................................... 1
C.
Tujuan.......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................ 2
A. Sejarah
Terbentuknya Kerajaan Safawiyah Di Persia....... 2
B.
Perkembangan Kerajaan Safawi Di Persia....................... 5
C.
Kemajuan Kerajaan Safawi Di Persia.............................. 7
D. Kemunduran
dan Kehancuran Kerajaan Safawi Di Persia. 11
BAB III PENUTUP............................................................... 14
A. Simpulan...................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................ 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan, waktu terus berputar bagai roda, kadang
diatas dan kadang dibawah, begitu sebaliknya. Bagitu juga dengan perjalanan
sejarah kerajaan-kerajaan Islam.
Sepeninggalan Rasulullah Islam sudah tersebar di
seantero jazirah Arab, Islam terus melakukan expansi di bawah kendali pada
khalifah Ar-Rasyidin dan selanjutnya dilanjutkan oleh rezim Umayyah kemudian
rezim Abbasyiah, di akhir pemerintahan Abbasiyah Islam semakin merosot selama
beberapa abad.
Ditengah-tengah keterpurukan Islam muncullah tiga
kerajaan besar, kerajaan Turki Usmani ( Ottoman ) di Turki, kerajaan Safawiyah
di Persia dan kerajaan Mughal di India. Dalam makalah ini penulis akan
mengangkat pembahasan tentang Kerajaan Safawiyah, dari awal berdirinya hingga
akhir pemerintahannya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penyusun merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
sejarah terbentuknya kerajaan safawiyah di Persia?
2. Bagaimana
perkembangan kerajaan safawiyah di Persia?
3. Bagaimana
kehancuran kerajaan safawiyah di Persia?
C. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi
tugas terstruktur juga untuk menambah wawasan pembaca tentang kerajaan
safawiyah di Persia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Terbentuknya Kerajaan Safawiyah Di Persia
Awalnya Kerajaan Safawi berasal dari sebuah
gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azeraijan. Tarekat ini
diberi nama Tarekat Safawiyah, didirikan pada waktu yang hampir bersamaan
dengan berdirinya kerajaan Usmani. Nama Safawiyah, diambil dari nama
pendirinya, Safi Al-Din (1252-1334 M) dan nama Safawi itu terus dipertahankan
sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu terus
dilestarikan setelah gerakan ini berhasil
mendirikan kerajaan, yakni kerajaan Safawi.
Safi Al-din Berasal dari keturunan orang yang berada dan
memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari Imam Syi’ah yg keenam,
Musa Al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301)
yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Karena prestasi dan ketekunannya
dalam kehidupan tasawuf, Safi Al-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut.
Safi Al-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan
sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M. pengikut tarekat ini sangat teguh
memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah bertujuan
memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut
“ahli-ahli bidah”. Tarekat yang dipimpin Safi Al-Din ini semakin penting,
teutama setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni
yang bersifat local menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia,
Syria, dan Anatolia. Di negeri-negeri diluar Ardabil Safi Al -Din menempatkan
seorang wakil yang memimpin murid-muridnya. Wakil itu diberi gelar “khalifah”[1]
Suatu ajaran agama yang dipegang secara fanatik biasanya
kerap kali menimbulkan keinginan dikalangan penganut ajaran itu untuk berkuasa.
Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara
yang teratut, fanatic dalam kepercayaan, dan menantang setiap orang yang bermahzab
selain Syi’ah.
Kecendrungan memasuki dunia politik itu mendapat wujud
konkretnya pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). dinasti Safawi memperluas geraknya dengan
menambah kegiatan polotik pada kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini
menimbulkan konflik antara Juneid dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam),
salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wulayah itu. Dalam konflik
tersebut, Juneid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia
mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK-Koyunlu (domba putih), juga
satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu
menguasai sebagian Persia.
Selama dalam pengasingan, Junaed tidak tinggal diam. Ia malah
dapat menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara polotik dengan Uzun
Hasan. Ia juga berhasil mempersunting
salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahun 1459 M, Juneid mencoba
merebut Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Sircassia
tetapi pasukan yang dipimpinnya terhadang oleh tentara Sirwan. Ia sendiri
terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Ketika itu anak Juneid, Haidar, masih kecil dan dalam asuhan
Uzun Hasan. Karena itu, kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa diserahkan
kepadanya secara resmi pada tahun 1470. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan. Dari
perkawinan ini lahirlah salah seorang putrid Uzun Hasan. Dari perkawinan ini
lahirlah Ismail yang dikemudian hari menjadi pendiri kerajaan Safawiyah di
Persia.
Kemenangan AK Koyunlu tahun 1476 M terhadap Kara Konyunlu,
membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai
rival politik oleh AK Koyunlu dalam meraih kekuasaan selanjutnya. Padahal,
sebagaimana telah disebutkan, Safawi adalah sekutu AK Koyunlu. AK Koyunlu
berusaha melenyapkan kekuatan militer dan kekuasaan Dinasti Safawi. Karena itu,
ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, sehingga pasukan
Haidar kalah dan Haidar sendiri terbunuh dalam peperangan itu.
Ali, putra dan pengganti Haidar, didesak oleh bala tentaranya
untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK Koyunlu.
Tetapi Ya’kub pemimpin AK Koyunlu dapat menangkap dan memenjarakan Ali bersama
saudaranya, Ibrahim dan Ismail, dan ibunya, di Fars selama empat setengah tahun
(1489-1493 M). mereka dibebaskan oleh Rustam, putra mahkota AK Koyunlu, dengan
syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah saudara sepupu
Rustam dapat dikalahkan. Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Akan tetapi, tidak
lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara, dan Ali
terbunuh dalam serangan ini (1494 M).
Kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya berada ditangan
Ismail, yang saat itu masih berusia tujuh tahun. Selama lima tahun Ismail
beserta pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan
hubungan dengan para pengikutnya di Azerbaijan, Syria, dan Anatolia. Pasukan
yang dipersiapkan itu dinamai Qizilbash (baret merah).
Dibawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash
menyerang dan mengalahkan AK Koyunlu di Sharur, dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha
memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Koyunlu dan berhasil merebut serta
mendudukinya. Dikota ini Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama
dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I.[2]
B. Perkembangan Kerajaan Safawi Di Persia
Ismail memerintah selama 23 tahun (1501 – 1524).
Selama sepuluh tahun pertama pemerintahannya, Ismail berhasil memperluas
wilayah pemerintahan sampai mencakup seluruh wilayah Persia dan sebelah Timur
Fertile Creshen. Pada tahun 1502 M, Ismail telah menduduki Sirwan, Azerbaijan
dan Irak. Pada 1503 M, ia menghancurkan sisa-sisa tentara Ak Koyunlu di
Hamadzan. Pada tahun 1504 Ismail menduduki Provinsi Kaspia dari Mazandaran dan
Curgan. Diyar Bakr ditaklukkan pada
tahun 1505 M, dan Baghdad jatuh ketangannya pada tahun 1508 M. Pada tahun 1510
M ia menguasai Khurasan setelah terlibat
dalam pertempuran dengan Syaibani Khan, raja Uzbek. Kemenangan beruntun itu merupakan
sukses mewujudkan kerajaan Safawi yang membentang dari Heart (Harat) di Timur sampai Diyar Bark di
Barat.
Bahkan tidak sampai di situ saja, ambisi politik
mendorongnya untuk terus mengembangkan wilayah kekuasaan ke daerah-daerah
lainnya seperti Turki Usmani. Ismail Berusaha merebut dan mengadakan expansi ke
wilayah kerajaan Usmani (1514 M) tapi dalam peperangan ini Ismail mengalami
kekalahan, Turki di bawah pimpinan Sultan Salim dapat menduduki Tabris.
Kerajaan Safawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki, karena
terjadi perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya “ kekalahan ini
membuat Ismail I berubah, ia lebih sering menyendiri, menempuh kehidupan
hura-hura dan berburu. Keadaan ini berdampak negatif pada Kerajaan Safawi,
hingga akhirnya terjadi persaingan dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin,
antara pimpinan suku-suku Turki, pejabat, keturunan Persia dan Qizilbash”.
“Penyebab utama terjadi peperangan antara Safawi dan Usmani menurut Syalabi
adalah pemaksaan faham Syi’ah terhadap mayoritas faham Sunni, dan lebih kejam
Ismail I telah membunuh ulama Sunni di daerah Irak. Sehingga turki merasa
terpanggil dengan kebiadaban Syi’ah”.
Sepeninggal Ismail I, permusuhan dengan Kerajaan
Usmani terus berlanjut, terjadi beberapa perang antara keduanya yaitu pada masa
Tahmasp 1 (1524-1576), Isamail II (1576-1577) dan Muhammad Khudabanda
(1577-1587) pada masa tiga Raja Safawi mengalami kelemahan, karena sering
berperang dengan kerajaan Usmani yang lebih kuat, dan juga sering terjadi
pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan Safawi sendiri.
Kondisi memprihatnkan ini baru bisa diatasi setelah
raja Safawi kelima, Abbas I, naik tahta. Ia memerintah dari tahun 1588 sampai
dengan 1628 M.
Kerajaan Safawi bertahan lebih 2 abad dengan
pemimpin sebagai berikut:
1. Ismail
I (1501-1524 M)
2. Tahmasap
I (1524-1576 M)
3. Ismail
II (1576-1577 M)
4. Muhammad
Khudabanda ( 1577-1587 M)
5. Abbas I
( 1587-1628 M)
6. Safi
Mirza (1628-1642 M)
7. Abbas
II (1642-1667 M)
8. Sulaiman
(1667-1694 M)
9. Husein
I (1694-1722 M)
10. Tahmasap
II (1722-1732 M)
11. Abbas
III (1732-1736 M)
C.
Kemajuan
Kerajaan Safawi Di Persia
Adapun kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh kerajaan safawi di Persia adalah
sebagai berikut:
1.
Kemajuan di Bidang Politik
Masa kemajuan
Kerajaan Safawi tidak langsung terjadi pada masa Ismail, Raja pertama
(1501-1524 M) kejayaan Safawi yang gemilang baru di capai pada masa Syah Abbas
yang Agung (1587-1628 M) Raja yang kelima. Walaupun begitu, peran Ismail
sebagai pendiri Safawi sangat besar sebagai peletak pondasi bagi kemajuan
Safawi di kemudian hari. Dia telah memberikan corak yang khas bagi Safawi
dengan menetapkan Syiah sebagai mazhab negara. Syah Ismail juga telah
memberikan dua karya besar bagi negaranya, yaitu perluasan wilayah dan
penyusunan struktur pemerintahan yang unik pada masanya.
Seperti di
katakan sebelumnya Safawi jaya pada masa Abbas I (1587-1628). Syah Abbas yang Agung naik tahta pada usia
17 tahun. Ketika Abbas memerintah kerajaan Safawi berada dalam keadaan tidak
stabil. Syah Abbas menempuh beberapa langkah untuk memperbaiki situasi
tersebut, antara lain:
a)
Menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi
dengan membentuk pasukan baru yang terdiri dari bekas tawanan perang bekas
orang-orang Kristen di Georgia dan Circhasia yang sudah mulai di bawa ke Persia
sejak Syah Tahmasap I (1524-1576) di beri nama “ Ghulam”.
b)
“Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara
berjanji menyerahkan wilayah Azerbaizan, Georgia dan sebagian wilayah Luristan,
dan tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar, Usman)
dalam khutbah jum’atnya”[3]
Secara politik
Syah Abbas I sangat maju, karena ia mampu mewujudkan integritas wilayah negara
yang luas yang di kawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh. Angkatan
bersenjata yang di sebut “ghulam”, dalam proses pembentukannya di katakan bahwa
Syah Abbas I mendapat dukungan dari dua orang Inggris yaitu Sir Antoni Sherly
dan saudaranya Sir Rodet Sherly. Mereka mengajari tentara Safawi untuk membuat
meriam sebagai pelengkapan negara yang modern. Kedatangan kedua orang Inggris
itu oleh sebagian sejarawan di pandang sebagai upaya strategi Inggris untuk
melemahkan pengaruh Turki Usmani di Eropa yang menjadi musuh besar Inggris saat
itu. Bagaimanapun dengan bantuan dua orang Inggris itu Syah Abbas memiliki
tentara dapat diandalkan. Hal ini terbukti sekitar 3.000 Ghulam di jadikan
“Cakrabirawa” oleh Syah sendiri.
Kemajuan lain di
bidang politik yang di tunjukkan Syah Abbas, yaitu keberhasilannya merebut
kembali daerah-daerah yang pernah di rebut Turki Usmani.
2.
Kemajuan di bidang Ekonomi
Dengan angkatan
perang “ghulam” Syah Abbas mampu melakukan expansi pada tahun 1598 M Abbas I
menguasai Heart (Harat), Marw dan Balkh. Kemudian pada tahun 1622 M berhasil
menguasai Kepulauan Hurmuz, dan pelabuhan Gumrun.
Perkembangan
pesat di sektor perdagangan terjadi setelah Abbas I menguasai kepulauan Hurmuz
dan mengubah Pelabuhan Gumrun menjadi Bandar Abbas. Hal ini di karenakan Bandar
ini merupakan salah satu jalur dagang antara Barat dan Timur. Dengan ini,
Safawi telah memegang kunci perdagangan Internasional, khususnya di teluk
Persia yang ramai, di Utara Safawi menjalin Hubungan perdagangan dengan Rusia.
Perdagangan di darat dari sentral Asia melalui kota-kota penting di Safawi
seperti Harat, Merf, Nighafur, Tabriz, dan Baghdad. Di bidang pertanian, Safawiyah
mengalami kemajuan karena daerah Bulan Sabit yang subur (Fertile Creshen).
3.
Kemajuan di Bidang Seni Arsitektur
Ibu kota Safawi
adalah kota yang sangat indah. Pembangunan besar-besaran dilakukan Syah Abbas
terhadap Ibu kotanya Isfahan. Pada saat Syah Abbas I
meninggal, terdapat 162 buah Masjid, 48 buah Perguruan tinggi, 1082 Losmen yang
luas untuk penginapan tamu syah dan 237 unit pemandian umum. “Bangunan yang
paling terkenal adalah Mesjid Luthfullah yang di bangun pada 1603 M dan selesai
1618 M, merupakan sebuah Oratorium yang di sediakan sebagai tempat peribadatan
pribadi Syah. Pada sisi bagian selatan terdapat mesjid kerajaan yang mulai di
bangun pada 1611 M dan selesai pada 1629 M pada sisi bagian Barat berdiri
Istina Ali Qapu yang merupakan gedung pusat pemerintahan. Pada sisi bagian
Utara berdiri bangunan monumental yang menjadi simbol bagi gerbang menuju bazar
kerajaan dan sejumlah pertokoan, tempat pemandian, Caravansaries, mesjid dan
perguruan”[4].
Syah Abbas juga membangun Istana yang megah yang di sebut Chihil Sutun atau
Istana empat puluh tiang, sebuah jembatan besar di
atas sungai Zende Rud dan Taman Bunga Empat Penjuru.
4.
Kemajuan di bidang Filsafat, Sains Dan
Pengetahuan
Pada Kerajaan
Safawi Filsafat dan Sains bangkit kembali di dunia Islam, dan khususnya di
kalangan orang Persia yang berminat tinggi pada perkembangan kebudayaan.
Perkembangan ini erat kaitannya dengan Aliran Syiah yang di tetapkan Safawi
sebagai ideologi resmi Negara.
Dalam Syiah
terdapat dua golongan, yakni Akbari dan Ushuli. Mereka berbeda dalam memahami
ajaran agama. Akbari cenderung berpegang teguh kepada hasil ijtihad para mujtahid syiah yang sudah mapan.
Sedangkan ushuli mengambil langsung dari al-Qur’an dan Hadits,
tanpa terikat kepada para mujtahid. Golongan Ushuli inilah yang paling berperan
pada masa Syafawi. Dibidang teologi mereka mendapat dukungannya dalam mazhab
Muktazilah pertemuan kedua elemen kelompok
inilah yang berperan pada terwujudnya perkembangan baru dalam bidang filsafat
dan ilmu pengetahuan di dunia Islam yang kemudian melahirkan beberapa filosuf
dan Ilmuan.
Ada dua aliran
filsafat yang berkembang pada masa Safawi yaitu “aliran filsafat perifatetik”
seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles dan Al-farabi, dan “aliran filsafat
israqi” yang di bawa oleh Suhrawardi
pada abad XII.
Beberapa tokoh
filsafat yang muncul pada masa Safawi antara lain Mir Damad alias Muhammad
Baqir Damad 1631 M yang dianggap sebagai guru ketiga setelah Aristoteles dan
Al-farabi, dan Mulla Shadra atau Shadr Al-din Al-Syirazi. “Menurut amir Ali ia
adalah seorang dialektikus yang paling cakap di zamannya”,[5]
dan Baha Al-Syerazi seorang generalis Ilmu Pengetahuan.
“Dalam pengembangan ilmu pengetahuan Syah
Abbas sendiri ikut aktif dalam penelitian ilmu-ilmu tersebut, Kota Qumm pada
saat itu menjadi pusat pengembangan kebudayaan dan
penyelidikan mazhab Syiah terbesar”[6]
Demikianlah
puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Safawi, kemajuan yang dicapainya
membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang
disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer.
Kerajaan ini telah memberikan kontribusinya mengisi peradaban Islam melalui
kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni dan
gedung-gedung bersejarah.
D. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan
Safawi
Sepeninggal
Abbas I, kerajaan Safawi berturut-turut dipimpin oleh enam raja, yaitu Safi
Mirja (1628 - 1642 M), Abbas II (1642 – 1667 M), Sulaiman (1667 – 1694 M),
Husein (1694 – 1722 M), Tahmasap II (1722 – 1732 M) dan Abbas III (1733 – 1736
M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkkan
grafik naik dan berkembang, tapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya
membawa kepada kehancuran. Raja Safi Mirza (cucu Abbas I) juga menjadi penyebab
kemunduran Safawi karena dia seorang raja yang lemah dan sangat kejam terhadap
pembesar-pembesar kerajaan. Di lain sisi dia juga seorang pencemburu yang
akhirnya mengakibatkan mundurnya kemajuan-kemajuan yang di-peroleh pemerintahan sebelumnya
(Abbas I).
Kota
Qandahar lepas dari kekuasaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal yang ketika
itu diperintah oleh Syah Jehan, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan Turki
Usmani. Syah Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras hingga ia jatuh
sakit dan meninggal. Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia
bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya rakyat
bersikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Ia diganti oleh Syah Husein yang
alim. Ia memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama Syi’ah yang sering memaksakan
pendapat penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan
sunni Afghanistan,. Pemberontakan bangsa Afgan tersebut terjadi pertama kali
pada tahun 1709 M di bawah pimpinan Mir Vais yang berhasil merebut wilayah
Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di Heart, suku Ardabil Afghanistan
berhasil merebut masyad. Mir Vais di gantikan oleh Mir Mahmud dan ia dapat
mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil, sehingga ia mampu merebut
Afghan dari kekuasaan Safawi. Karena desakan dan ancaman dari Mir Mahmud, Syah
Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan mengangkatnya menjadi
gubernur di Qandahar dengan gelar Husein Quli Khan (budak Husein).dengan
pengakuan ini, Mir Mahmud makin leluasa bergerak sehingga tahun 1721 M, ia merebut
Qirman dan tak lama kemudian ia menyerang Isfahan dan memaksa Syah Husein
menyerah tanpa syarat. Pada tahun 1722 M Syah Husein menyerah dan Mir Mahmud
memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.
Salah
seorang putra Husein yang bernama Tahmasap II, mendapat dukungan penuh dari
suku Qazar dari Rusia, memproklamasikan dirinya sebagai raja yang sah atas
Persia dengan pusat kekuasaan di kota Astarabat. Tahun 1726 M, Tahmasap II
bekerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa
Afghan yang menduduki Isfahan. Asyraf, pengganti Mir Mahmud, yang berkuasa di
Isfahan digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729 M. Asyraf
sendiri terbunuh dalam peperangan itu dengan demikian Kerajaan Safawi kembali
berkuasa. Namun pada tahun 1732 M, Tahmasap II di pecat oleh Nadir Khan dan di
gantikan oleh Abbas III (anak Tahmasap II) yang ketika itu masih sangat kecil.
Empat tahun setelah itu 1736 M, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja
menggantikan Abbas III, dengan demikian berakhirlah kekuasaan Kerajan Safawi di
Persia.
Adapun
sebab-sebab kemunduran dan kehancuran Kerajaan Safawi yaitu:
1. Adanya
konflik yang berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani berdirinya Kerajaan Safawi
yang bermazhab Syiah merupakan sebuah Ancaman Bagi Kerajaan Usmani sehingga
tidak pernah ada perdamaian antara kedua kerajaan besar ini.
2. Terjadinya
dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaan Safawi, yang juga ikut
mempercepat proses kehancuran kerajaan ini. Kerajaan Sulaiman pecandu narkotik
dan menyenangi kehidupan malam selama tujuh tahun tidak pernah sekalipun
menempatkan diri menangani pemerintahan, begitu pula dengan Syah Husein.
3. Pasukan
Ghulam yang di bentuk Abbas I ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang
tinggi seperti QizilBash. Hal ini di karenakan mereka tidak memiliki ketahanan
mental kerena tidak di persiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal
rohani. Kemorosotan aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap
lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan Safawi.
4. Sering
terjadinya konflik internal dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan
keluarga Islam.
5. “Ulama
mulai meragukan otoritas Syah yang berlangsung secara turun temurun, sebagai
penanggung jawab pertama atas ajaran Islam syiah”.[7]
PENUTUP III
A.
Simpulan
Kerajaan Safawi berasal dari
sebuah Tarekat Sufi yang berdiri di Ardabil. Nama Safawi di ambil dari
nama pendiri tarekat tersebut yaitu Safi Al-din Ishak
Al-Ardabily.
Raja
pertama Kerajaan Safawi adalah Ismail. Sedangkan puncak kejayaannya berada pada
masa kekuasaan Abbas I. Banyak kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi antara
lain dalam bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan bidang pembangunan
fisik dan seni.
Akan
tetapi setelah Abbas meninggal, kerajaan Safawi mengalami kemunduran,
disebabkan raja yang memerintah sangat lemah, sering terjadinya konflik intern
dalam perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana. Hanya dalam satu abad
setelah ditinggalkan Abbas, Kerajaan Safawi hancur.
DAFTAR
PUSTAKA
Ajid Thohir. 2009. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacah Akar-akar
Sejarah Sosial Politik dan Budaya Umat Islam. Ed
1-2. Jakarta: Rajawali Pers.
Badri
Yatim. 2006. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: PT. Raja Gafindo Persada.
Hamka, 1981. Sejarah Umat Islam. Jilid III. Jakarta: Bulan Bintang. Cetakan keempat.
Ira. M. Lapidus. 2000. Sejarah Sosial Ummat Islam bagian 1 dan
2. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Musyrifah
Sunanto. 2007. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana.
[1] Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid
III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981, Cetakan keempat), Hlm.60.
[4] Ira. M. Lapidus, Sejarah
Sosial Ummat Islam bagian 1 dan 2, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2000). h. 453.
[5] Ajid Thohir, Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam : Melacah Akar-akar Sejarah Sosial Politik dan
Budaya Umat Islam. Ed 1-2 ( Jakarta : Rajawali Pers , 2009 ). Hal. 177
[6] Musyrifah Sunanto, Sejarah
Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, ( Jakarta: Kencana,
2007). h. 253.