Thursday 15 January 2015

Makalah lengkap sejarah peradaban islam di persia



KATA PENGANTAR
Puji syukur khadirat Allah swt, karena atas limpahan rahmat serta hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang sangat sederhana ini. Shalawat serta salam selalu penyusun haturkan kepada Nabi junjungan kita Nabi Muhammad saw beserta para sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir zaman. Makalah ini disusun agar dapat kita manfaatkan bersama untuk kehidupan kita sehar-hari. Tidak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada Bapak Yayan Ridwan, Spd.I.  sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah Ulumul  hadits dan kepada Bapak Topik Spd.I, Mpd. I. selaku assisten.
Penyusun mengakui bahwa makalah ini masih banyak yang perlu untuk diperbaiki. Untuk itu penyusun memerlukan saran dan kritikan dari semua pembaca untuk menyempurnakannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita bersama.


                                                             Sambas, 21 Oktober 2014



                                                                        Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................        i
DAFTAR ISI.........................................................................        ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................        1
A.  Latar Belakang..............................................................        1
B.   Rumusan Maslah...........................................................        1
C.   Tujuan..........................................................................        1

BAB II PEMBAHASAN........................................................        2
A.  Sejarah Terbentuknya Kerajaan Safawiyah Di Persia.......        2
B.   Perkembangan Kerajaan Safawi Di Persia.......................        5
C.   Kemajuan Kerajaan Safawi Di Persia..............................        7
D.  Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi Di Persia.        11

BAB III PENUTUP...............................................................        14
A.  Simpulan......................................................................        14

DAFTAR PUSTAKA............................................................        15


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam kehidupan, waktu terus berputar bagai roda, kadang diatas dan kadang dibawah, begitu sebaliknya. Bagitu juga dengan perjalanan sejarah kerajaan-kerajaan Islam.
Sepeninggalan Rasulullah Islam sudah tersebar di seantero jazirah Arab, Islam terus melakukan expansi di bawah kendali pada khalifah Ar-Rasyidin dan selanjutnya dilanjutkan oleh rezim Umayyah kemudian rezim Abbasyiah, di akhir pemerintahan Abbasiyah Islam semakin merosot selama beberapa abad.
Ditengah-tengah keterpurukan Islam muncullah tiga kerajaan besar, kerajaan Turki Usmani ( Ottoman ) di Turki, kerajaan Safawiyah di Persia dan kerajaan Mughal di India. Dalam makalah ini penulis akan mengangkat pembahasan tentang Kerajaan Safawiyah, dari awal berdirinya hingga akhir pemerintahannya.

B.   Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penyusun merumuskan masalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana sejarah terbentuknya kerajaan safawiyah di Persia?
2.    Bagaimana perkembangan kerajaan safawiyah di Persia?
3.    Bagaimana kehancuran kerajaan safawiyah di Persia?

C.  Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi tugas terstruktur juga untuk menambah wawasan pembaca tentang kerajaan safawiyah di Persia.


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Sejarah Terbentuknya Kerajaan Safawiyah Di Persia
Awalnya Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azeraijan. Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah, didirikan pada waktu yang hampir bersamaan dengan berdirinya kerajaan Usmani. Nama Safawiyah, diambil dari nama pendirinya, Safi Al-Din (1252-1334 M) dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil  mendirikan kerajaan, yakni kerajaan Safawi.
Safi Al-din Berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari Imam Syi’ah yg keenam, Musa Al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Safi Al-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut. Safi Al-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M. pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut “ahli-ahli bidah”. Tarekat yang dipimpin Safi Al-Din ini semakin penting, teutama setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat local menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syria, dan Anatolia. Di negeri-negeri diluar Ardabil Safi Al -Din menempatkan seorang wakil yang memimpin murid-muridnya. Wakil itu diberi gelar “khalifah”[1]
Suatu ajaran agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerap kali menimbulkan keinginan dikalangan penganut ajaran itu untuk berkuasa. Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratut, fanatic dalam kepercayaan, dan menantang setiap orang yang bermahzab selain Syi’ah.
Kecendrungan memasuki dunia politik itu mendapat wujud konkretnya pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M).  dinasti Safawi memperluas geraknya dengan menambah kegiatan polotik pada kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara Juneid dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wulayah itu. Dalam konflik tersebut, Juneid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK-Koyunlu (domba putih), juga satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian Persia.
Selama dalam pengasingan, Junaed tidak tinggal diam. Ia malah dapat menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara polotik dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil  mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahun 1459 M, Juneid mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya terhadang oleh tentara Sirwan. Ia sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Ketika itu anak Juneid, Haidar, masih kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan. Karena itu, kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan. Dari perkawinan ini lahirlah salah seorang putrid Uzun Hasan. Dari perkawinan ini lahirlah Ismail yang dikemudian hari menjadi pendiri kerajaan Safawiyah di Persia.
Kemenangan AK Koyunlu tahun 1476 M terhadap Kara Konyunlu, membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh AK Koyunlu dalam meraih kekuasaan selanjutnya. Padahal, sebagaimana telah disebutkan, Safawi adalah sekutu AK Koyunlu. AK Koyunlu berusaha melenyapkan kekuatan militer dan kekuasaan Dinasti Safawi. Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan Haidar sendiri terbunuh dalam peperangan itu.
Ali, putra dan pengganti Haidar, didesak oleh bala tentaranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK Koyunlu. Tetapi Ya’kub pemimpin AK Koyunlu dapat menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim dan Ismail, dan ibunya, di Fars selama empat setengah tahun (1489-1493 M). mereka dibebaskan oleh Rustam, putra mahkota AK Koyunlu, dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah saudara sepupu Rustam dapat dikalahkan. Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Akan tetapi, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara, dan Ali terbunuh dalam serangan ini (1494 M).
Kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya berada ditangan Ismail, yang saat itu masih berusia tujuh tahun. Selama lima tahun Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azerbaijan, Syria, dan Anatolia. Pasukan yang dipersiapkan itu dinamai Qizilbash (baret merah).
Dibawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash menyerang dan mengalahkan AK Koyunlu di Sharur, dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Koyunlu dan berhasil merebut serta mendudukinya. Dikota ini Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I.[2]

B.   Perkembangan Kerajaan Safawi Di Persia
Ismail memerintah selama 23 tahun (1501 – 1524). Selama sepuluh tahun pertama pemerintahannya, Ismail berhasil memperluas wilayah pemerintahan sampai mencakup seluruh wilayah Persia dan sebelah Timur Fertile Creshen. Pada tahun 1502 M, Ismail telah menduduki Sirwan, Azerbaijan dan Irak. Pada 1503 M, ia menghancurkan sisa-sisa tentara Ak Koyunlu di Hamadzan. Pada tahun 1504 Ismail menduduki Provinsi Kaspia dari Mazandaran dan Curgan. Diyar Bakr  ditaklukkan pada tahun 1505 M, dan Baghdad jatuh ketangannya pada tahun 1508 M. Pada tahun 1510 M ia menguasai Khurasan  setelah terlibat dalam pertempuran dengan Syaibani Khan, raja Uzbek. Kemenangan beruntun itu merupakan sukses mewujudkan kerajaan Safawi yang membentang dari  Heart (Harat) di Timur sampai Diyar Bark di Barat.
Bahkan tidak sampai di situ saja, ambisi politik mendorongnya untuk terus mengembangkan wilayah kekuasaan ke daerah-daerah lainnya seperti Turki Usmani. Ismail Berusaha merebut dan mengadakan expansi ke wilayah kerajaan Usmani (1514 M) tapi dalam peperangan ini Ismail mengalami kekalahan, Turki di bawah pimpinan Sultan Salim dapat menduduki Tabris. Kerajaan Safawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki, karena terjadi perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya “ kekalahan ini membuat Ismail I berubah, ia lebih sering menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan ini berdampak negatif pada Kerajaan Safawi, hingga akhirnya terjadi persaingan dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin, antara pimpinan suku-suku Turki, pejabat, keturunan Persia dan Qizilbash”. “Penyebab utama terjadi peperangan antara Safawi dan Usmani menurut Syalabi adalah pemaksaan faham Syi’ah terhadap mayoritas faham Sunni, dan lebih kejam Ismail I telah membunuh ulama Sunni di daerah Irak. Sehingga turki merasa terpanggil dengan kebiadaban Syi’ah”.
Sepeninggal Ismail I, permusuhan dengan Kerajaan Usmani terus berlanjut, terjadi beberapa perang antara keduanya yaitu pada masa Tahmasp 1 (1524-1576), Isamail II (1576-1577) dan Muhammad Khudabanda (1577-1587) pada masa tiga Raja Safawi mengalami kelemahan, karena sering berperang dengan kerajaan Usmani yang lebih kuat, dan juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan Safawi sendiri.
Kondisi memprihatnkan ini baru bisa diatasi setelah raja Safawi kelima, Abbas I, naik tahta. Ia memerintah dari tahun 1588 sampai dengan 1628 M.
Kerajaan Safawi bertahan lebih 2 abad dengan pemimpin sebagai berikut:
1.    Ismail I (1501-1524 M)
2.    Tahmasap I (1524-1576 M)
3.    Ismail II (1576-1577 M)
4.    Muhammad Khudabanda ( 1577-1587 M)
5.    Abbas I ( 1587-1628 M)
6.    Safi Mirza (1628-1642 M)
7.    Abbas II (1642-1667 M)
8.    Sulaiman (1667-1694 M)
9.    Husein I (1694-1722 M)
10. Tahmasap II (1722-1732 M)
11. Abbas III (1732-1736 M)


C.  Kemajuan Kerajaan Safawi Di Persia
Adapun kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh kerajaan safawi di Persia adalah sebagai berikut:
1.    Kemajuan di Bidang Politik
Masa kemajuan Kerajaan Safawi tidak langsung terjadi pada masa Ismail, Raja pertama (1501-1524 M) kejayaan Safawi yang gemilang baru di capai pada masa Syah Abbas yang Agung (1587-1628 M) Raja yang kelima. Walaupun begitu, peran Ismail sebagai pendiri Safawi sangat besar sebagai peletak pondasi bagi kemajuan Safawi di kemudian hari. Dia telah memberikan corak yang khas bagi Safawi dengan menetapkan Syiah sebagai mazhab negara. Syah Ismail juga telah memberikan dua karya besar bagi negaranya, yaitu perluasan wilayah dan penyusunan struktur pemerintahan yang unik pada masanya.
Seperti di katakan sebelumnya Safawi jaya pada masa Abbas I (1587-1628).   Syah Abbas yang Agung naik tahta pada usia 17 tahun. Ketika Abbas memerintah kerajaan Safawi berada dalam keadaan tidak stabil. Syah Abbas menempuh beberapa langkah untuk memperbaiki situasi tersebut, antara lain:
a)    Menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru yang terdiri dari bekas tawanan perang bekas orang-orang Kristen di Georgia dan Circhasia yang sudah mulai di bawa ke Persia sejak Syah Tahmasap I (1524-1576) di beri nama “ Ghulam”.
b)   “Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara berjanji menyerahkan wilayah Azerbaizan, Georgia dan sebagian wilayah Luristan, dan tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar, Usman) dalam khutbah jum’atnya”[3]
Secara politik Syah Abbas I sangat maju, karena ia mampu mewujudkan integritas wilayah negara yang luas yang di kawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh. Angkatan bersenjata yang di sebut “ghulam”, dalam proses pembentukannya di katakan bahwa Syah Abbas I mendapat dukungan dari dua orang Inggris yaitu Sir Antoni Sherly dan saudaranya Sir Rodet Sherly. Mereka mengajari tentara Safawi untuk membuat meriam sebagai pelengkapan negara yang modern. Kedatangan kedua orang Inggris itu oleh sebagian sejarawan di pandang sebagai upaya strategi Inggris untuk melemahkan pengaruh Turki Usmani di Eropa yang menjadi musuh besar Inggris saat itu. Bagaimanapun dengan bantuan dua orang Inggris itu Syah Abbas memiliki tentara dapat diandalkan. Hal ini terbukti sekitar 3.000 Ghulam di jadikan “Cakrabirawa” oleh Syah sendiri.
Kemajuan lain di bidang politik yang di tunjukkan Syah Abbas, yaitu keberhasilannya merebut kembali daerah-daerah yang pernah di rebut Turki Usmani.
2.    Kemajuan di bidang Ekonomi
Dengan angkatan perang “ghulam” Syah Abbas mampu melakukan expansi pada tahun 1598 M Abbas I menguasai Heart (Harat), Marw dan Balkh. Kemudian pada tahun 1622 M berhasil menguasai Kepulauan Hurmuz, dan pelabuhan Gumrun.
Perkembangan pesat di sektor perdagangan terjadi setelah Abbas I menguasai kepulauan Hurmuz dan mengubah Pelabuhan Gumrun menjadi Bandar Abbas. Hal ini di karenakan Bandar ini merupakan salah satu jalur dagang antara Barat dan Timur. Dengan ini, Safawi telah memegang kunci perdagangan Internasional, khususnya di teluk Persia yang ramai, di Utara Safawi menjalin Hubungan perdagangan dengan Rusia. Perdagangan di darat dari sentral Asia melalui kota-kota penting di Safawi seperti Harat, Merf, Nighafur, Tabriz, dan Baghdad. Di bidang pertanian, Safawiyah mengalami kemajuan karena daerah Bulan Sabit yang subur (Fertile Creshen).
3.    Kemajuan di Bidang Seni Arsitektur
Ibu kota Safawi adalah kota yang sangat indah. Pembangunan besar-besaran dilakukan Syah Abbas terhadap Ibu kotanya Isfahan. Pada saat Syah Abbas I meninggal, terdapat 162 buah Masjid, 48 buah Perguruan tinggi, 1082 Losmen yang luas untuk penginapan tamu syah dan 237 unit pemandian umum. “Bangunan yang paling terkenal adalah Mesjid Luthfullah yang di bangun pada 1603 M dan selesai 1618 M, merupakan sebuah Oratorium yang di sediakan sebagai tempat peribadatan pribadi Syah. Pada sisi bagian selatan terdapat mesjid kerajaan yang mulai di bangun pada 1611 M dan selesai pada 1629 M pada sisi bagian Barat berdiri Istina Ali Qapu yang merupakan gedung pusat pemerintahan. Pada sisi bagian Utara berdiri bangunan monumental yang menjadi simbol bagi gerbang menuju bazar kerajaan dan sejumlah pertokoan, tempat pemandian, Caravansaries, mesjid dan perguruan”[4]. Syah Abbas juga membangun Istana yang megah yang di sebut Chihil Sutun atau Istana empat puluh tiang, sebuah jembatan besar di atas sungai Zende Rud dan Taman Bunga Empat Penjuru.
4.    Kemajuan di bidang Filsafat, Sains Dan Pengetahuan
Pada Kerajaan Safawi Filsafat dan Sains bangkit kembali di dunia Islam, dan khususnya di kalangan orang Persia yang berminat tinggi pada perkembangan kebudayaan. Perkembangan ini erat kaitannya dengan Aliran Syiah yang di tetapkan Safawi sebagai ideologi resmi Negara.
Dalam Syiah terdapat dua golongan, yakni Akbari dan Ushuli. Mereka berbeda dalam memahami ajaran agama. Akbari cenderung berpegang teguh kepada hasil ijtihad para mujtahid syiah yang sudah mapan. Sedangkan ushuli mengambil langsung dari al-Qur’an dan Hadits, tanpa terikat kepada para mujtahid. Golongan Ushuli inilah yang paling berperan pada masa Syafawi. Dibidang teologi mereka mendapat dukungannya dalam mazhab Muktazilah pertemuan kedua elemen  kelompok inilah yang berperan pada terwujudnya perkembangan baru dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan di dunia Islam yang kemudian melahirkan beberapa filosuf dan Ilmuan.
Ada dua aliran filsafat yang berkembang pada masa Safawi yaitu “aliran filsafat perifatetik” seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles dan Al-farabi, dan “aliran filsafat israqi” yang di bawa oleh  Suhrawardi pada abad XII.
Beberapa tokoh filsafat yang muncul pada masa Safawi antara lain Mir Damad alias Muhammad Baqir Damad 1631 M yang dianggap sebagai guru ketiga setelah Aristoteles dan Al-farabi, dan Mulla Shadra atau Shadr Al-din Al-Syirazi. “Menurut amir Ali ia adalah seorang dialektikus yang paling cakap di zamannya”,[5] dan Baha Al-Syerazi seorang generalis Ilmu Pengetahuan.
 “Dalam pengembangan ilmu pengetahuan Syah Abbas sendiri ikut aktif dalam penelitian ilmu-ilmu tersebut, Kota Qumm pada saat itu menjadi pusat pengembangan kebudayaan dan penyelidikan mazhab Syiah terbesar”[6]
Demikianlah puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Safawi, kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer. Kerajaan ini telah memberikan kontribusinya mengisi peradaban Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni dan gedung-gedung bersejarah.

D.  Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Sepeninggal Abbas I, kerajaan Safawi berturut-turut dipimpin oleh enam raja, yaitu Safi Mirja (1628 - 1642 M), Abbas II (1642 – 1667 M), Sulaiman (1667 – 1694 M), Husein (1694 – 1722 M), Tahmasap II (1722 – 1732 M) dan Abbas III (1733 – 1736 M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkkan grafik naik dan berkembang, tapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran. Raja Safi Mirza (cucu Abbas I) juga menjadi penyebab kemunduran Safawi karena dia seorang raja yang lemah dan sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Di lain sisi dia juga seorang pencemburu yang akhirnya mengakibatkan mundurnya kemajuan-kemajuan  yang di-peroleh pemerintahan sebelumnya (Abbas I).
Kota Qandahar lepas dari kekuasaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal yang ketika itu diperintah oleh Syah Jehan, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan Turki Usmani. Syah Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras hingga ia jatuh sakit dan meninggal. Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Ia diganti oleh Syah Husein yang alim. Ia memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama Syi’ah yang sering memaksakan pendapat penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan sunni Afghanistan,. Pemberontakan bangsa Afgan tersebut terjadi pertama kali pada tahun 1709 M di bawah pimpinan Mir Vais yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di Heart, suku Ardabil Afghanistan berhasil merebut masyad. Mir Vais di gantikan oleh Mir Mahmud dan ia dapat mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil, sehingga ia mampu merebut Afghan dari kekuasaan Safawi. Karena desakan dan ancaman dari Mir Mahmud, Syah Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan mengangkatnya menjadi gubernur di Qandahar dengan gelar Husein Quli Khan (budak Husein).dengan pengakuan ini, Mir Mahmud makin leluasa bergerak sehingga tahun 1721 M, ia merebut Qirman dan tak lama kemudian ia menyerang Isfahan dan memaksa Syah Husein menyerah tanpa syarat. Pada tahun 1722 M Syah Husein menyerah dan Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.
Salah seorang putra Husein yang bernama Tahmasap II, mendapat dukungan penuh dari suku Qazar dari Rusia, memproklamasikan dirinya sebagai raja yang sah atas Persia dengan pusat kekuasaan di kota Astarabat. Tahun 1726 M, Tahmasap II bekerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. Asyraf, pengganti Mir Mahmud, yang berkuasa di Isfahan digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729 M. Asyraf sendiri terbunuh dalam peperangan itu dengan demikian Kerajaan Safawi kembali berkuasa. Namun pada tahun 1732 M, Tahmasap II di pecat oleh Nadir Khan dan di gantikan oleh Abbas III (anak Tahmasap II) yang ketika itu masih sangat kecil. Empat tahun setelah itu 1736 M, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Abbas III, dengan demikian berakhirlah kekuasaan Kerajan Safawi di Persia.
Adapun sebab-sebab kemunduran dan kehancuran Kerajaan Safawi yaitu:
1.    Adanya konflik yang berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani berdirinya Kerajaan Safawi yang bermazhab Syiah merupakan sebuah Ancaman Bagi Kerajaan Usmani sehingga tidak pernah ada perdamaian antara kedua kerajaan besar ini.
2.    Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaan Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan ini. Kerajaan Sulaiman pecandu narkotik dan menyenangi kehidupan malam selama tujuh tahun tidak pernah sekalipun menempatkan diri menangani pemerintahan, begitu pula dengan Syah Husein.
3.    Pasukan Ghulam yang di bentuk Abbas I ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi seperti QizilBash. Hal ini di karenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental kerena tidak di persiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Kemorosotan aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan Safawi.
4.    Sering terjadinya konflik internal dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga Islam.
5.    “Ulama mulai meragukan otoritas Syah yang berlangsung secara turun temurun, sebagai penanggung jawab pertama atas ajaran Islam syiah”.[7]





PENUTUP III
A.  Simpulan
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah Tarekat Sufi yang berdiri di Ardabil. Nama Safawi di ambil dari nama pendiri tarekat tersebut yaitu Safi Al-din Ishak Al-Ardabily.
Raja pertama Kerajaan Safawi adalah Ismail. Sedangkan puncak kejayaannya berada pada masa kekuasaan Abbas I. Banyak kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi antara lain dalam bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan bidang pembangunan fisik dan seni.
Akan tetapi setelah Abbas meninggal, kerajaan Safawi mengalami kemunduran, disebabkan raja yang memerintah sangat lemah, sering terjadinya konflik intern dalam perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana. Hanya dalam satu abad setelah ditinggalkan Abbas, Kerajaan Safawi hancur.

DAFTAR PUSTAKA
Ajid Thohir. 2009. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacah Akar-akar Sejarah Sosial Politik dan Budaya Umat Islam. Ed 1-2. Jakarta: Rajawali  Pers.

Badri Yatim. 2006. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Gafindo Persada.

Hamka, 1981. Sejarah Umat Islam. Jilid III. Jakarta: Bulan Bintang. Cetakan keempat.

Ira. M. Lapidus. 2000. Sejarah Sosial Ummat Islam bagian 1 dan 2. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Musyrifah Sunanto. 2007. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana.



[1] Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981, Cetakan keempat), Hlm.60.
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Gafindo Persada, 2006), Hlm.138-142
[3] Busman Edyar, dkk. (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: pustaka asatruss, 2009). h. 154.
[4] Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam bagian 1 dan 2, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000). h. 453.
[5] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam : Melacah Akar-akar Sejarah Sosial Politik dan Budaya Umat Islam. Ed 1-2 ( Jakarta : Rajawali  Pers , 2009 ). Hal. 177
[6] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, ( Jakarta: Kencana, 2007). h. 253.
[7] Opcit. Ira M. Lapidus, hal. 465

Biografi dan Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Abduh

DAFTAR ISI                                                                                                 KATA PENGANTAR .........