KATA PENGANTAR
Puji syukur khadirat Allah swt, karena atas limpahan
rahmat serta hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
sangat sederhana ini. Shalawat serta salam selalu penyusun haturkan kepada Nabi
junjungan kita Nabi Muhammad saw beserta para sahabatnya dan pengikutnya hingga
akhir zaman. Makalah ini disusun agar dapat kita manfaatkan bersama untuk
kehidupan kita sehar-hari. Tidak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada Ibu Syarifah
Hasanah, S.Pd.I, M.S.I. sebagai Dosen
Pengampu Mata Kuliah “Hadits Pendidikan”.
Penyusun mengakui bahwa makalah ini masih banyak yang
perlu untuk diperbaiki. Untuk itu penyusun memerlukan saran dan kritikan dari
semua pembaca untuk menyempurnakannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
bersama.
Sambas,
21 Oktober 2015
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................... I
DAFTAR ISI......................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN....................................................... 1
A. Latar
Belakang.............................................................. 1
B. Rumusan
Masalah.......................................................... 1
C. Tujuan.......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................ 2
A. Pengertian
Akhlak Terpuji Dan Tercela........................... 2
B. Tinjauan Hadits Tentang Akhlak Terpuji Dan Akhlak
Tercela........ 3
C. Hubungan Akhlak Terpuji Dan Tercela Dalam
Proses
Pendidikan................................................................... 7
BAB III PENUTUP............................................................... 9
A. Simpulan...................................................................... 9
B. Saran ........................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................ 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhlak adalah perilaku yang
selalu dilakukan sehingga menjadi tabiat dan sikap yang pada akhirnya jadi
karakter. Akhlak terbagi menjadi dua yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela.
Akhlak terpuji adalah segala tindakan yang baik dan akhlak tercela adalah
segala tindakan yang buruk.
Dalam proses pendidikan, beberapa
contoh perilaku terpuji adalah seorang guru yang tidak mudah marah, sabar,
siswa yang jujur, amanah. Sedangkan contoh
perilaku tercela adalah melakukan tinda-kan korupsi, kebiasaan mencontek yang
dilakukan pelajar pada saat ujian, ulangan dan pekerjaan rumah.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas, maka penyusun merumuskan beberapa masalah
yaitu:
1. Apa
pengertian akhlak terpuji dan tercela?
2. Apa
landasan hadits akhlak terpuji dan tercela?
3. Apa
hubungan akhlak terpuji dan tercela dalam proses pendidikan?
C. tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi tugas terstruktur
juga untuk menambah wawasan pembaca tentang salah satu materi dari mata kuliah
hadits pendidikan yaitu akhlak terpuji dan tercela serta hubungannya dalam
proses pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak Terpuji Dan Tercela
Akhlak Secara Etimologi, Menurut
pendekatan etimologi; perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari
bentuk mufradnya “Khuluqun” yang
menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.[1]
Sedangkan menurut pendekatan
secara terminologi, berikut ini beberapa pakar mengemukakan pengertian akhlak
sebagai berikut:
1. Imam
Al-Ghazali
Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar
dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang,
tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir
perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara’, maka ia
disebut akhlak yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap
tersebut disebut akhlak yang buruk.[2]
2. Prof.
Dr. Ahmad Amin
Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut
akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan
sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak. Menurutnya kehendak ialah ketentuan
dari beberapa keinginan manusia setelah imbang, sedang kebiasaan merupakan
perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya.[3]
Jika diperhatikan dengan seksama,
tampak bahwa seluruh definisi akhlak diatas tidak ada yang saling bertentangan,
melainkan saling melengkapi, yaitu sifat
yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahiriah yang
dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi dan sudah menjadi
kebiasaan.
Akhlak dibagi menjadi dua yaitu
akhlak terpuji dan akhlak tercela. Adapun Akhlak terpuji adalah akhlak yang baik, diwujudkan dalam bentuk sikap,
ucapan dan perbuatan yang baik sesuai dengan ajaran Islam..[4]
Sedangkan Akhlak tercela atau Akhlaqul Madzmumah dapat juga disebut
dangan istilah akhlaqus sayyi’ah,
artinya sikap dan prilaku yang dilarang oleh Allah swt atau tidak sesuai dangan
syari’at yang diajarkan oleh Rasulullah saw.[5]
B.
Tinjauan Hadits
Tentang Akhlak Terpuji Dan Akhlak Tercela
عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ
الأَنْصَارِىِّ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الْبِرِّ
وَالإِثْمِ فَقَالَ الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِى صَدْرِكَ
وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ (رواه مسلم)
Artinya:
Dari An Nawwas ra. Ia berkata:
“saya menanyakan tentang kebajikan dan dosa (kejahatan) kepada Rasulullah saw.
Kemudian Beliau menjawab: “kebajikan itu adalah budi pekerti yang baik, dan
dosa (kejahatan) itu adalah sesuatu yang merisaukan hatimu dan kamu tidak
senang bila hal itu diketahui orang lain.” (H.R. Muslim)
Ibnu Hajar Al-Atsqalani mengemukakan bahwa hadits ini termasuk hadits yang
singkat dan padat, bahkan merupakan hadits yang paling padat, karena kebaikan
itu mencakup semua perbuatan yang baik dan sifat yang ma′ruf. Sedangkan dosa
mencakup semua perbuatan yang buruk dan jelek; baik kecil maupun besar. Dalam
hal ini setiap perbuatan baik merupakan akhlak terpuji begitu juga sebaliknya,
semua perbuatan jelek merupakan akhlak tercela.
Dari semua contoh-contoh akhlak terpuji dan tercela, pemakalah akan membahas lebih jauh lagi dari salah satu
diantaranya yaitu mengenai kejujuran dan dusta dalam kepribadian seorang pendidik,
peserta didik serta yang terlibat dalam sebuah sekolah atau dunia pendidikan.
Jujur
merupakan salah satu sikap yang dimiliki oleh Rasulullah saw yang disebut
dengan Shiddiq (benar). Dalam prilaku kehidupan sehari-hari shiddiq dapat
diartikan jujur. Jujur yang dimaksud disini adalah jujur dalam arti menyeluruh,
maksudnya bukan hanya dalam ucapan tetapi juga meliputi jujur dalam setiap
tindakan. Jujur didefinisikan sederhananya adalah murni, apa adanya. Bersikap
apa adanya artinya tidak dibuat-buat. Berkata jujur artinya mengatakan sesuatu
tidak dilebih-lebihkan juga tidak dikurangi.[6]
Mengenai pentingnya kejujuran dalam kepribadian seorang muslim, Rasulullah saw
bersabda:
Yang artinya: “Dari Ibnu Mas’ud ra. Berkata, Rasulullah saw. Bersabda:
“sesungguhnya shidiq (kejujuran) itu membawa kepada kebaikan, Dan kebaikan itu
membawa ke surga. Seseorang akan selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di
sisi Allah swt sebagai orang yang jujur.
Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan, dan kejahatan itu membawa
ke neraka. Seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah swt
sebagai pendusta”. (Muttafaqun ‘Alaih).
Asbabul Wurud hadis diatas ialah
As Aswad ibnu Ashram menceritakan : “Aku membawa unta yang gemuk
badannya ke Madinah pada saat musim kurang subur dan keadaan tanah panas
kering. Maka aku akan sebutkan mengenai unta itu kepada Rasulullah SAW dan
kemudian beliau menyuruh seseorang melihatnya. Maka unta itu dibawa kepada
beliau. Beliau keluar rumah untuk melihatnya. Beliau bersabda: “mengapa engkau
giring untamu ini kesini?”. Aku
menjawab: “Aku ingin unta ini sebagai pelayan keperluanku”. Beliau
bertanya lagi: “untuk melayani siapa unta tersebut?”. Usman ibnu Affan menjawab
: “Untuk melayani keperluan saya wahai
Rasulullah”. Beliau bersabda: “Bawalah kesini”. Maka unta itu dibawa dan aku
mengikutinya, sedangkan Rasulullah saw menambatkan pula untanya. Maka aku
berkata: “wahai Rasulullah saw menambatkan pula untanya. Maka aku berkata :
“Wahai rasulullah aku wasiat. Beliau
bersabda: “apakah engkau dapat menguasai lidahmu?”. Aku menjawab: “Bagaimana aku memiliki jika aku
tidak menguasai lidahku?”. Beliau bertanya: “Apakah engkau menguasai tanganmu?”. aku
Menjawab: Bagaimana aku memiliki jika aku tidak menguasai tanganku?”.
Beliau bersabda: “janganlah lidahmu mengucapkan sesuatu melainkan kebaikan, dan
janganlah engkau bentangkan tanganmu melainkan untuk kebaikan.”(HR. Bukhari).
Biografi Perawi: Abdullah Ibn Mas’ud Ibn Habib Al-Hadly, nama kunyahnya
adalah Abu Abdurrahman. Ia masuk Islam di Mekah, pernah hijrah ke Habsyi
kemudian hijrah ke Madinah, dan menyaksikan Perang Badar, Bay’ah Ar-Ridlwan,
serta pernahsalat menghadap dua kiblat. Rasulullah SAW, menghormatinya dan
memberikan kabar gembira dengan sabdanya bahwa beliau saw, rida terhadap
apa-apa yang diridai Ibnu Ummu Abd (Abdullah Ibn Mas’ud) dan membenci apa-apa
yang dibencinya.
Pada masa Khalifah Umar Ibn Khatab dan Utsman, ia menjadi qadhi di Kuffah
dan penanggiung jawab bait al-mal, kemudian kembali ke Madinah dan meninggal di
kota tersebut. Akan tetapi, menurut sebagian riwayat, ia meninggal di Kuffah
pada Tahun 32 H, dalam usia lebih dari 60 Tahun. Ia telah meriwayatkan 848
hadis. Sebanyak 40 hadis disepakati oleh Bukhari dan Muslim, Imam Bukhari
sendiri dalam 21 hadis, dan Muslim sendiri dalam 35 hadis.
Hadis di atas menunjukkan agungnya
perkara kejujuran yang pada akhirnya akan membawanya kedalam surga dan mendapat
gelar yang sangat terhormat, yaitu siddiq, artinya orang yang sangat jujur dan
benar. Orang yang selalu jujur dan selalu menyampaikan kebenaran
dinyatakan sebagai orang yang bertakwa
sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran Az-Zumar: 33, yang artinya: “Orang-orang
yang datang menyampaikan kebenaran dan melakukannya (kebenaran itu), mereka
inilah orang-orang yang taqwa” (Q.S. Az-Zumar: 33).
Begitu juga sebaliknya kedustaan akan menunjukkan pada keburukan yang
membawanya kedalam neraka. Karena ketika seseorang itu sudah berani berdusta,
maka ia akan terus-menerus berdusta. Oleh karena itu penting adanya kejujuran
yang akan membawanya pada kebaikan. Seorang muslim dianjurkan untuk selalu
jujur dalam segala hal atau sepahit apapu perkara tersebut. Sehingga kejujuran
itu akan menimbulkan kebenaran yang berbuah kemanisan.
Jujur termasuk akhlak utama yang terbagi menjadi beberapa bagian.
Kejujuran, dalam hal ini meliputi enam hal. Pertama, kejujuran lisan, lawan
dari kebohongan; kedua, kejujuran niat, yakni ikhlas dalam berbuat; ketiga,
kejujuran dalam bertekad, yakni apapun yang dapat menguatkan tekadnya; keempat,
kejujuran dalam merealisasikan tekad yang bulat; kelima, kejujuran dalam
berbuat, minimal ada kesamaan antara apa yang diucapkan dengan yang diperbuat;
keenam, kejujuran spiritual, seperti jujur dalam mengaplikasikan konsep khawf
(rasa takut) dan raja’ (rasa harap).
Yang dimaksud jujur adalah kebenaran, yaitu sesuainya antara perkataan
dan kenyataan atau I’tiqad yang ada di dalam hati. Perilaku jujur tidak hanya
diwujudkan dalam ucapan tapi juga dalam hatinya dan juga dalam setiap tingkah
laku dan perbuatan kita. Bahkan untuk hal yang sekecil apapun dari setiap aspek
kehidupan, kita diminta untuk berlaku jujur. Kebenaran perkataan akan membawa
dampak kebenaran perbuatan dan kebaikan dalam seluruh tindakan.
Lawan dari kata jujur adalah bohong atau dusta. Tidak sedikit orang yang
menganggap sepele akan bahayanya dusta. Banyak orang yang melakukan dusta dan
berpura-pura sewaktu mereka bergurau dan berkelakar, padahal dengan kebiasaan
itu lama-kelamaan akan menjadi terbiasa hingga akan membudaya. Oleh karena itu
sebaiknya kita usahakan untuk menghindarkan dan menjauhi sikap berdusta, sebab
hal itu merupakan penyakit yang sangat membahayakan pribadi kita dan orang lain
akan menilai kita sebagai orang yang tidak jujur. Padahal untuk menjadi orang
jujur itu sendiri amatlah berat kalau tidak dilatih secara tekun. Hingga bung
Hatta pernah berkata ”Kurang cerdas dapat di perbaiki dengan belajar, kurang
cakap bisa dihilangkan dengan pengalaman. Tetapi kurang jujur payah untuk
memperbaikinya.” Sekali engkau berdusta dan diketahui orang lain,” kata Aristoteles, “maka orang tidak akan
percaya lagi kepadamu di waktu engkau berkata benar.”[7]
Akan tetapi dalam kenyatanyaan banyak orang yang tidak bisa berbuat jujur, baik
dari segi ucapan ataupun perbuatannya. Diantara contohnya dalam suatu proses
pendidikan yaitu perbuatan pendidik atau lembaga pendidikan yang korupsi dan
kebiasaan pelajar mencontek dikelas.
C. Hubungan Akhlak Terpuji Dan Tercela Dalam
Proses Pendidikan
Setelah kita bahas diatas tentang akhlak terpuji dan tercela maka
kaitannya dengan proses pendidikan adalah dampak bagi suatu proses pendidikan
bila kita memiliki akhlak terpuji atau tercela. Bila seorang pendidik, peserta
didik, serta para pengelola pendidikan memiliki sifat tercela maka suatu
perbuatan buruk, sangat berpotensi untuk tumbuh dan berkembang yang berdampak
bagi kegagalan sebuah pelajaran atau sebuah pendidikan. Begitu juga sebaliknya,
bila semua komponen pendidikan berakhlak terpuji maka hal ini berpotensi untuk
maju, berhasil dan sukses.
Dua contoh nyata akhlak terpuji dan tercela dalam sebuah proses
pendidikan yang dianggap spele namun yang berdampak besar yaitu perilaku
pendidik atau lembaga pendidikan yang korupsi dan pelajar yang mencontek.
Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatannya guna meraih keuntungan pribadi dan merugikan kepentingan umum. Di
Indonesia korupsi merupakan permasalahan besar yang sampai saat ini belum bisa
dituntaskan, karena sudah membudaya dan mendarah daging. Korupsi itu merupakan
perbutan tidak jujur karna didalamnya banyak terdapat kebohongan-kebohongan
publik yang merugikan berbagai pihak.
Begitu juga dengan kebisaan mencontek yang dilakukan seorang pelajar pada
saat ujian. Mencontek merupakan perbuatan tidak jujur dan tidak percaya diri
terhadap kemampuan dirinya. Perbuatan mencontek akan berdampak buruk tidak
hanya pada keberhasilan suatu pendidikan tetapi juga pada generasi bangsa ini.
Apabila kebiasa mencontek ini tidak diatasi dari sekarang, maka kedepannya
generasi bangsa ini akan bodoh dan terbelakang. Itulah pentingnya berprilaku
jujur dalam kehidupan keluarga, sekolah, masyarakat dan negara.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Akhlak adalah sifat manusia dalam bergaul dengan sesamanya, ada yang
terpuji dan ada yang tercela. Adapun Akhlak
terpuji adalah akhlak yang baik, diwujudkan dalam bentuk sikap, ucapan dan
perbuatan yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan Akhlak tercela atau
Akhlaqul Madzmumah dapat juga disebut dangan istilah akhlaqus sayyi’ah, artinya sikap dan prilaku yang
dilarang oleh allah SWT atau tidak sesuai dangan syari’at yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW.
Tinjauan hadits tentang akhlak terpuji dan akhlak tercela
sallah satunya yaitu Dari An Nawwas ra. Ia berkata:
“saya menanyakan tentang kebajikan dan dosa (kejahatan) kepada Rasulullah saw.
Kemudian Beliau menjawab: “kebajikan itu adalah budi pekerti yang baik, dan
dosa (kejahatan) itu adalah sesuatu yang merisaukan hatimu dan kamu tidak
senang bila hal itu diketahui orang lain.” (H.R. Muslim)
Hubungannya dengan proses pendidikan adalah akhlak
terpuji dan tercela memiliki pengaruh yang sangat besar bagi suatu proses
pendidikan, dimana jika seorang pendidik, peserta didik, serta para pengelola
pendidikan memiliki sifat tercela maka suatu perbuatan buruk, sangat berpotensi
untuk tumbuh dan berkembang yang berdampak kegagalan bagi sebuah pelajaran atau
sebuah pendidikan. Begitu juga sebaliknya, bila semua komponen pendidikan
berakhlak terpuji maka hal ini berpotensi untuk maju, berhasil dan sukses dalam
proses pendidikan.
B. Saran
Sebagai generasi penerus bangsa marilah kita biasakan akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Abid Al-Arif. 2009. Akidah Akhlak.. Semarang: CV. Aneka Ilmu.
L.T Takhrudin: Pribadi-Pribadi Yang Berpengaruh
Prof. Dr. Ahmad. Tafsir Pendidikan Budi Pekert. 2009. Bandung: Maestro.
2009.
Prof.
Dr. H. Moh. Ardani. Akhlak Tasawuf. 2005.
PT. Mitra Cahaya Utama.
Ridwan
Asy-syirbaani. Membentuk
Pribadi Lebih Islam. Jakarta: Intimedia.
Zahruddin AR. 2004.
Pengantar Ilmu Akhlak.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.