Saturday 24 October 2015

Hubungan akhlak terpuji dan tercela (hadist pendidikan)



KATA PENGANTAR
Puji syukur khadirat Allah swt, karena atas limpahan rahmat serta hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang sangat sederhana ini. Shalawat serta salam selalu penyusun haturkan kepada Nabi junjungan kita Nabi Muhammad saw beserta para sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir zaman. Makalah ini disusun agar dapat kita manfaatkan bersama untuk kehidupan kita sehar-hari. Tidak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada Ibu Syarifah Hasanah, S.Pd.I, M.S.I.  sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah “Hadits Pendidikan”.
Penyusun mengakui bahwa makalah ini masih banyak yang perlu untuk diperbaiki. Untuk itu penyusun memerlukan saran dan kritikan dari semua pembaca untuk menyempurnakannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita bersama.


                                                             Sambas, 21 Oktober 2015


                                                                              
                                                                        Penyusun,


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................        I
DAFTAR ISI.........................................................................        II
BAB I PENDAHULUAN.......................................................        1
A.  Latar Belakang..............................................................        1
B.   Rumusan Masalah..........................................................        1
C.   Tujuan..........................................................................        1

BAB II PEMBAHASAN........................................................        2
A.  Pengertian Akhlak Terpuji Dan Tercela...........................        2
B.   Tinjauan Hadits Tentang Akhlak Terpuji Dan Akhlak Tercela........          3
C.   Hubungan Akhlak Terpuji Dan Tercela Dalam Proses
Pendidikan...................................................................        7

BAB III PENUTUP...............................................................        9
A.  Simpulan......................................................................        9
B.   Saran ...........................................................................        9

DAFTAR PUSTAKA............................................................        10


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Akhlak adalah perilaku yang selalu dilakukan sehingga menjadi tabiat dan sikap yang pada akhirnya jadi karakter. Akhlak terbagi menjadi dua yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Akhlak terpuji adalah segala tindakan yang baik dan akhlak tercela adalah segala tindakan yang buruk.
Dalam proses pendidikan, beberapa contoh perilaku terpuji adalah seorang guru yang tidak mudah marah, sabar, siswa yang jujur, amanah.  Sedangkan contoh perilaku tercela adalah melakukan tinda-kan korupsi, kebiasaan mencontek yang dilakukan pelajar pada saat ujian, ulangan dan pekerjaan rumah.

B.   Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka penyusun merumuskan beberapa masalah yaitu:
1.    Apa pengertian akhlak terpuji dan tercela?
2.    Apa landasan hadits akhlak terpuji dan tercela?
3.    Apa hubungan akhlak terpuji dan tercela dalam proses pendidikan?

C.  tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi tugas terstruktur juga untuk menambah wawasan pembaca tentang salah satu materi dari mata kuliah hadits pendidikan yaitu akhlak terpuji dan tercela serta hubungannya dalam proses pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Akhlak Terpuji Dan Tercela
Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi; perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.[1]
Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi, berikut ini beberapa pakar mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
1.    Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara’, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.[2]
2.    Prof. Dr. Ahmad Amin
Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak. Menurutnya kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah imbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya.[3]
Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak diatas tidak ada yang saling bertentangan,  melainkan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi dan sudah menjadi kebiasaan.
Akhlak dibagi menjadi dua yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Adapun Akhlak terpuji adalah akhlak yang baik, diwujudkan dalam bentuk sikap, ucapan dan perbuatan yang baik sesuai dengan ajaran Islam..[4]
Sedangkan Akhlak tercela atau Akhlaqul Madzmumah dapat juga disebut dangan istilah akhlaqus  sayyi’ah, artinya sikap dan prilaku yang dilarang oleh Allah swt atau tidak sesuai dangan syari’at yang diajarkan oleh Rasulullah saw.[5]

B.   Tinjauan Hadits Tentang Akhlak Terpuji Dan Akhlak Tercela
عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ الأَنْصَارِىِّ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الْبِرِّ وَالإِثْمِ فَقَالَ الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِى صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ (رواه مسلم)
Artinya:
Dari An Nawwas ra. Ia berkata: “saya menanyakan tentang kebajikan dan dosa (kejahatan) kepada Rasulullah saw. Kemudian Beliau menjawab: “kebajikan itu adalah budi pekerti yang baik, dan dosa (kejahatan) itu adalah sesuatu yang merisaukan hatimu dan kamu tidak senang bila hal itu diketahui orang lain.” (H.R. Muslim)
Ibnu Hajar Al-Atsqalani mengemukakan bahwa hadits ini termasuk hadits yang singkat dan padat, bahkan merupakan hadits yang paling padat, karena kebaikan itu mencakup semua perbuatan yang baik dan sifat yang ma′ruf. Sedangkan dosa mencakup semua perbuatan yang buruk dan jelek; baik kecil maupun besar. Dalam hal ini setiap perbuatan baik merupakan akhlak terpuji begitu juga sebaliknya, semua perbuatan jelek merupakan akhlak tercela.
Dari semua contoh-contoh akhlak terpuji dan tercela, pemakalah  akan membahas lebih jauh lagi dari salah satu diantaranya yaitu mengenai kejujuran dan dusta dalam kepribadian seorang pendidik, peserta didik serta yang terlibat dalam sebuah sekolah atau dunia pendidikan.  
Jujur merupakan salah satu sikap yang dimiliki oleh Rasulullah saw yang disebut dengan Shiddiq (benar). Dalam prilaku kehidupan sehari-hari shiddiq dapat diartikan jujur. Jujur yang dimaksud disini adalah jujur dalam arti menyeluruh, maksudnya bukan hanya dalam ucapan tetapi juga meliputi jujur dalam setiap tindakan. Jujur didefinisikan sederhananya adalah murni, apa adanya. Bersikap apa adanya artinya tidak dibuat-buat. Berkata jujur artinya mengatakan sesuatu tidak dilebih-lebihkan juga tidak dikurangi.[6] Mengenai pentingnya kejujuran dalam kepribadian seorang muslim, Rasulullah saw bersabda:
Yang artinya: “Dari Ibnu Mas’ud ra. Berkata, Rasulullah saw. Bersabda: “sesungguhnya shidiq (kejujuran) itu membawa kepada kebaikan, Dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi  Allah swt sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan, dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah swt sebagai pendusta”. (Muttafaqun ‘Alaih).
Asbabul Wurud hadis diatas ialah  As Aswad ibnu Ashram menceritakan : “Aku membawa unta yang gemuk badannya ke Madinah pada saat musim kurang subur dan keadaan tanah panas kering. Maka aku akan sebutkan mengenai unta itu kepada Rasulullah SAW dan kemudian beliau menyuruh seseorang melihatnya. Maka unta itu dibawa kepada beliau. Beliau keluar rumah untuk melihatnya. Beliau bersabda: “mengapa engkau giring untamu ini kesini?”. Aku  menjawab: “Aku ingin unta ini sebagai pelayan keperluanku”. Beliau bertanya lagi: “untuk melayani siapa unta tersebut?”. Usman ibnu Affan menjawab : “Untuk  melayani keperluan saya wahai Rasulullah”. Beliau bersabda: “Bawalah kesini”. Maka unta itu dibawa dan aku mengikutinya, sedangkan Rasulullah saw menambatkan pula untanya. Maka aku berkata: “wahai Rasulullah saw menambatkan pula untanya. Maka aku berkata : “Wahai  rasulullah aku wasiat. Beliau bersabda: “apakah engkau dapat menguasai lidahmu?”. Aku  menjawab: “Bagaimana aku memiliki jika aku tidak menguasai lidahku?”. Beliau bertanya: “Apakah engkau menguasai tanganmu?”.  aku  Menjawab: Bagaimana aku memiliki jika aku tidak menguasai tanganku?”. Beliau bersabda: “janganlah lidahmu mengucapkan sesuatu melainkan kebaikan, dan janganlah engkau bentangkan tanganmu melainkan untuk kebaikan.”(HR. Bukhari).
Biografi Perawi: Abdullah Ibn Mas’ud Ibn Habib Al-Hadly, nama kunyahnya adalah Abu Abdurrahman. Ia masuk Islam di Mekah, pernah hijrah ke Habsyi kemudian hijrah ke Madinah, dan menyaksikan Perang Badar, Bay’ah Ar-Ridlwan, serta pernahsalat menghadap dua kiblat. Rasulullah SAW, menghormatinya dan memberikan kabar gembira dengan sabdanya bahwa beliau saw, rida terhadap apa-apa yang diridai Ibnu Ummu Abd (Abdullah Ibn Mas’ud) dan membenci apa-apa yang dibencinya.
Pada masa Khalifah Umar Ibn Khatab dan Utsman, ia menjadi qadhi di Kuffah dan penanggiung jawab bait al-mal, kemudian kembali ke Madinah dan meninggal di kota tersebut. Akan tetapi, menurut sebagian riwayat, ia meninggal di Kuffah pada Tahun 32 H, dalam usia lebih dari 60 Tahun. Ia telah meriwayatkan 848 hadis. Sebanyak 40 hadis disepakati oleh Bukhari dan Muslim, Imam Bukhari sendiri dalam 21 hadis, dan Muslim sendiri dalam 35 hadis.
 Hadis di atas menunjukkan agungnya perkara kejujuran yang pada akhirnya akan membawanya kedalam surga dan mendapat gelar yang sangat terhormat, yaitu siddiq, artinya orang yang sangat jujur dan benar. Orang yang selalu jujur dan selalu menyampaikan kebenaran dinyatakan  sebagai orang yang bertakwa sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran Az-Zumar: 33, yang artinya: “Orang-orang yang datang menyampaikan kebenaran dan melakukannya (kebenaran itu), mereka inilah orang-orang yang taqwa” (Q.S. Az-Zumar: 33).
Begitu juga sebaliknya kedustaan akan menunjukkan pada keburukan yang membawanya kedalam neraka. Karena ketika seseorang itu sudah berani berdusta, maka ia akan terus-menerus berdusta. Oleh karena itu penting adanya kejujuran yang akan membawanya pada kebaikan. Seorang muslim dianjurkan untuk selalu jujur dalam segala hal atau sepahit apapu perkara tersebut. Sehingga kejujuran itu akan menimbulkan kebenaran yang berbuah kemanisan.
Jujur termasuk akhlak utama yang terbagi menjadi beberapa bagian. Kejujuran, dalam hal ini meliputi enam hal. Pertama, kejujuran lisan, lawan dari kebohongan; kedua, kejujuran niat, yakni ikhlas dalam berbuat; ketiga, kejujuran dalam bertekad, yakni apapun yang dapat menguatkan tekadnya; keempat, kejujuran dalam merealisasikan tekad yang bulat; kelima, kejujuran dalam berbuat, minimal ada kesamaan antara apa yang diucapkan dengan yang diperbuat; keenam, kejujuran spiritual, seperti jujur dalam mengaplikasikan konsep khawf (rasa takut) dan raja’ (rasa harap).
Yang dimaksud jujur adalah kebenaran, yaitu sesuainya antara perkataan dan kenyataan atau I’tiqad yang ada di dalam hati. Perilaku jujur tidak hanya diwujudkan dalam ucapan tapi juga dalam hatinya dan juga dalam setiap tingkah laku dan perbuatan kita. Bahkan untuk hal yang sekecil apapun dari setiap aspek kehidupan, kita diminta untuk berlaku jujur. Kebenaran perkataan akan membawa dampak kebenaran perbuatan dan kebaikan dalam seluruh tindakan.
Lawan dari kata jujur adalah bohong atau dusta. Tidak sedikit orang yang menganggap sepele akan bahayanya dusta. Banyak orang yang melakukan dusta dan berpura-pura sewaktu mereka bergurau dan berkelakar, padahal dengan kebiasaan itu lama-kelamaan akan menjadi terbiasa hingga akan membudaya. Oleh karena itu sebaiknya kita usahakan untuk menghindarkan dan menjauhi sikap berdusta, sebab hal itu merupakan penyakit yang sangat membahayakan pribadi kita dan orang lain akan menilai kita sebagai orang yang tidak jujur. Padahal untuk menjadi orang jujur itu sendiri amatlah berat kalau tidak dilatih secara tekun. Hingga bung Hatta pernah berkata ”Kurang cerdas dapat di perbaiki dengan belajar, kurang cakap bisa dihilangkan dengan pengalaman. Tetapi kurang jujur payah untuk memperbaikinya.” Sekali engkau berdusta dan diketahui orang lain,”  kata Aristoteles, “maka orang tidak akan percaya lagi kepadamu di waktu engkau berkata benar.”[7] Akan tetapi dalam kenyatanyaan banyak orang yang tidak bisa berbuat jujur, baik dari segi ucapan ataupun perbuatannya. Diantara contohnya dalam suatu proses pendidikan yaitu perbuatan pendidik atau lembaga pendidikan yang korupsi dan kebiasaan pelajar mencontek dikelas.

C.  Hubungan Akhlak Terpuji Dan Tercela Dalam Proses Pendidikan
Setelah kita bahas diatas tentang akhlak terpuji dan tercela maka kaitannya dengan proses pendidikan adalah dampak bagi suatu proses pendidikan bila kita memiliki akhlak terpuji atau tercela. Bila seorang pendidik, peserta didik, serta para pengelola pendidikan memiliki sifat tercela maka suatu perbuatan buruk, sangat berpotensi untuk tumbuh dan berkembang yang berdampak bagi kegagalan sebuah pelajaran atau sebuah pendidikan. Begitu juga sebaliknya, bila semua komponen pendidikan berakhlak terpuji maka hal ini berpotensi untuk maju, berhasil dan sukses.
Dua contoh nyata akhlak terpuji dan tercela dalam sebuah proses pendidikan yang dianggap spele namun yang berdampak besar yaitu perilaku pendidik atau lembaga pendidikan yang korupsi dan pelajar yang mencontek.
Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatannya guna meraih keuntungan pribadi dan merugikan kepentingan umum. Di Indonesia korupsi merupakan permasalahan besar yang sampai saat ini belum bisa dituntaskan, karena sudah membudaya dan mendarah daging. Korupsi itu merupakan perbutan tidak jujur karna didalamnya banyak terdapat kebohongan-kebohongan publik yang merugikan berbagai pihak.
Begitu juga dengan kebisaan mencontek yang dilakukan seorang pelajar pada saat ujian. Mencontek merupakan perbuatan tidak jujur dan tidak percaya diri terhadap kemampuan dirinya. Perbuatan mencontek akan berdampak buruk tidak hanya pada keberhasilan suatu pendidikan tetapi juga pada generasi bangsa ini. Apabila kebiasa mencontek ini tidak diatasi dari sekarang, maka kedepannya generasi bangsa ini akan bodoh dan terbelakang. Itulah pentingnya berprilaku jujur dalam kehidupan keluarga, sekolah, masyarakat dan negara.

BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Akhlak adalah sifat manusia dalam bergaul dengan sesamanya, ada yang terpuji dan ada yang tercela. Adapun Akhlak terpuji adalah akhlak yang baik, diwujudkan dalam bentuk sikap, ucapan dan perbuatan yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan Akhlak tercela atau Akhlaqul Madzmumah dapat juga disebut dangan istilah akhlaqus  sayyi’ah, artinya sikap dan prilaku yang dilarang oleh allah SWT atau tidak sesuai dangan syari’at yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Tinjauan hadits tentang akhlak terpuji dan akhlak tercela sallah satunya yaitu Dari An Nawwas ra. Ia berkata: “saya menanyakan tentang kebajikan dan dosa (kejahatan) kepada Rasulullah saw. Kemudian Beliau menjawab: “kebajikan itu adalah budi pekerti yang baik, dan dosa (kejahatan) itu adalah sesuatu yang merisaukan hatimu dan kamu tidak senang bila hal itu diketahui orang lain.” (H.R. Muslim)
Hubungannya dengan proses pendidikan adalah akhlak terpuji dan tercela memiliki pengaruh yang sangat besar bagi suatu proses pendidikan, dimana jika seorang pendidik, peserta didik, serta para pengelola pendidikan memiliki sifat tercela maka suatu perbuatan buruk, sangat berpotensi untuk tumbuh dan berkembang yang berdampak kegagalan bagi sebuah pelajaran atau sebuah pendidikan. Begitu juga sebaliknya, bila semua komponen pendidikan berakhlak terpuji maka hal ini berpotensi untuk maju, berhasil dan sukses dalam proses pendidikan.

B.   Saran
Sebagai generasi penerus bangsa marilah kita biasakan akhlak terpuji  dan menjauhi akhlak tercela.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Abid Al-Arif.  2009. Akidah Akhlak.. Semarang: CV. Aneka Ilmu.

L.T Takhrudin: Pribadi-Pribadi Yang Berpengaruh

Prof. Dr. Ahmad. Tafsir Pendidikan Budi Pekert. 2009. Bandung: Maestro. 2009.

Prof. Dr. H. Moh. Ardani. Akhlak Tasawuf.  2005.  PT. Mitra Cahaya Utama.

Ridwan Asy-syirbaani. Membentuk Pribadi Lebih Islam. Jakarta: Intimedia.

Zahruddin AR. 2004.  Pengantar Ilmu Akhlak. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


[1] Zahruddin AR. Pengantar Ilmu Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet ke-1, h. 1.

[2] Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, ( PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet ke-2, h. 29.

[3] Opcit. Zahruddin AR, h. 4-5.
[4] Ahmad Abid Al-Arif.  Akidah Akhlak.(Semarang: CV. Aneka Ilmu. 2009).

[5] Ridwan Asy-syirbaani. Membentuk Pribadi Lebih Islam. (Jakarta: Intimedia). Hal:179.
[6] Prof. Dr. Ahmad Tafsir. Pendidikan Budi Pekerti. (Bandung: Maestro. 2009).  Hal. 198.
[7] L.T Takhrudin: Pribadi-Pribadi Yang Berpengaruh

Biografi dan Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Abduh

DAFTAR ISI                                                                                                 KATA PENGANTAR .........